Pin It

Dulu dan Sekarang

SEBAGAI salah seorang manusia yang sudah menjalani dua dekade kehidupan di dunia, begitu terasa perkembangan teknologi dan perubahan karya seni manusia sesuai zaman. Bisa jadi kebiasaan yang biasa kita lakukan saat ini akan ditinggalkan dan beralih ke hal-hal yang lebih modern. Kali ini Samandayu akan kembali bernostalgia ria dengan mengingat-ingat masa-masa di era 90-an sampai sekarang. Apa aja?
herman-salim.blogspot.com
Dulu Mesin Tik Sekarang Laptop
PC komputer sebenarnya sudah in di Indonesia sejak akhir 90-an. Di awal tahun 2000-an, boleh dibilang CPU plus monitornya ini cuma dimiliki oleh orang kaya. Sebagai anak sekolah yang datang dari keluarga biasa-biasa saja, saya tertarik menggunakan mesin tik yang sebelumnya digunakan kakak saya dalam mengerjakan skripsi. Karena sepertinya keren menggunakan benda tersebut. Enggak heran bunyi mesin ketik yang berisik ini selalu terdengar dari kamar saya sepulang sekolah. Di rumah, saya memiliki dua mesin tik yang dua-duanya bekas. Mengingat bakat menulis saya, orangtua saya inisiatif sendiri membelikan mesin tik untuk saya. Ini cukup mengharukan. Bisa diingat begitu banyak karya sastra yang saya hasilkan selama SMA plus pembelian tinta juga kertas sebagai pendukung lain.
Zaman telah berubah, setelah berhasil mencicipi PC komputer beberapa tahun kemudian, dicicipilah sebuah laptop untuk mendukung hobi menulis saya. Karena perkembangan komputer begitu pesat, mulai dikenalilah sebuah PC tablet yang bentuknya lebih ringan dan lebih gampang dibawa kemana-mana. Dan saya akan kembali menjadi orang yang paling terlambat untuk mencicipi produk teknologi tersebut.
Dulu Pager Sekarang Handphone
Dulu, hubungan pembicaraan antar-udara familiar banget menggunakan telepon rumah. Sampai-sampai tagihan per bulan membengkak lantaran sering nelepon temen-temen. Pager atau alat pengirim pesan pendek juga dikenal di medio 90-an meski kurang populer. Anak muda yang menggunakan pager saat itu terbilang keren. Terlihat dari sebuah lagu Tididit dari duo rapper Sweet Martabak pada awal tahun 1997. Pager masih menjadi barang lux sampai kedatangan handphone menyemarak gaya hidup anak muda pada saat itu. Namun pastinya, sangat sedikit anak sekolah yang menggunakan handphone. Sekira pada awal tahun 2000-an, mungkin hanya satu dari 30 siswa per kelas yang punya hape. Atau bahkan tidak pernah dikenal bagi remaja pedesaan.
Namun lihat bagaimana sekarang. Anak SD saja sudah familiar dengan yang namanya ponsel. Ponsel sudah menjadi kebutuhan pokok sebagai identitas diri. Sebab banyak yang percaya pada kalimat ‘hari gini enggak punya hape?’. Enggak heran ponsel sudah menjadi barang sejuta umat dari kalangan urban sampai penduduk lokal. Sampai kemudian, ponsel bermerek blackberry mengemuka dan seperti wabah, orang-orang pun mulai menggunakannya.
Dulu Disket Sekarang Flash Disc
Dulu disket punya bentuk kotak pipih dan mudah rusak. Kemudian disket dibuat lebih kecil dan ‘keras’ untuk melindungi bahan lunak yang berada di dalamnya. Disket menjadi penyimpan data komputer paling praktis saat itu. Kalangan mahasiswa sampai pelajar giat menyimpan file-file penting dalam disket. Harga per disket pun dikitar antara 5000-8000 rupiah, dan saat itu rental komputer mulai menjamur. Namun zaman telah berubah, dikenalah flash disc yang berukuran lebih imut dan enggak gampang rusak. Flash disc ini sempat menjadi barang lux hingga akhirnya menjadi benda sejuta umat karena varian harga yang lebih terjangkau. Keberadaan flash disc ‘terancam’ dengan penyimpanan data melalui DVD RW atau compact disc yang lebih aman.
Dulu Dingdong Sekarang Rental PS
Bagi teman-teman pembaca yang menghabiskan masa kecilnya di era 90-an, pasti familiar dengan pusat game yang berada di pusat perbelanjaan ini. Dingdong adalah tempat bermain game dengan cara memasukkan koin ke dalam mesin game tertentu. Jenis game-nya masih SEGA dan Nitendo dan Cuma anak-anak ‘orang kaya’ yang mampu membelinya. Keberadaan dingdong sangat digemari karena harga koin yang murah dan mampu menjangkau seluruh anak-anak dari berbagai kalangan. Terutama kalangan menengah ke bawah. Biasanya anak-anak lelaki yang rajin ke dingdong tiap pulang sekolah. Sampai-sampai orangtua mereka khawatir dan marah-marah kalau uang jajan dipakai buat dingdong.
Keadaan tidak berubah karena anak-anak lelaki memang serbatipikal. Perlahan tapi pasti, keberadaan dingdong sudah tak dapat kita temui. Padahal di awal-awal tahun 2000-an, tempat bermain ini masih bisa ditemukan. Rental playstasion menjadi pengganti untuk generasi selanjutnya. Dengan kisaran penyewaan tiga rupiah per jam, anak-anak bisa bebas bermain di rental PS ini. Ketika PS sudah tidak lagi lux, game online mulai dikenal dan beralihlah para gamers ini ke permainan online sejenis Ragnarok.
Namun yang pasti, ada sebuah plasa yang dulu sering saya datangi karena keberadaan dingdong di lantai bawah. Namun di penghujung 90-an, tempat bermain ini ditutup. Awalnya mesin-mesin bermain masih terlihat, kemudian ruangan itu kosong melompong tak terisi.
Dulu Kamera Film Sekarang Kamera Digital
rncphotograph.com
Saat ini orang-orang bisa dengan mudah memfoto diri mereka hanya dengan kamera ponsel. Kalau dulu, perlu beli roll film segala yang harganya lumayan mahal di kisaran 16 ribu sampai 30 ribu. Roll film tersebut dimasukkan ke dalam kamera analog lalu dengan blitz, terabadikanlah sebuah momen dalam bentuk klise. Klise ini harus dicetak dengan harga 1000 – 1500 per lembar di studio foto. Bandingkan dengan sekarang, kecanggihan teknologi membuat konsumen bisa mengedit foto yang mereka inginkan. Dengan kamera digital poket sampai DSLR bahkan kamera handphone, seseorang bisa dengan leluasa menghapus file untuk mendapatkan hasil foto yang mereka inginkan.
Karena selalu menjadi orang yang enggak update gadget karena keterbatasan dana, sampai 2005 saya masih menggunakan kamera analog yang saya beli semasa SMA. Sekarang kamera itu hilang setelah saya menyimpannya di gudang kosan pada 2007.
Dulu Nike Ardila Sekarang Agnes Monica
Nike Ardilla yang meninggal pada 1995 ini memang artis yang sangat populer di tahun 90-an. Kalaulah dia masih hidup sampai sekarang, bukan tidak mungkin menjadi diva melebihi Krisdayanti. Selain memiliki kecantikan pribumi yang alami, ia juga memiliki kemampuan vokal yang memukau. Berbagai single slow rock-nya populer dari tahin 1990-an sampai pasca kematiannya. Ikon penyanyi cantik bersuara bagus pun sempat tertuju pada sosok Krisdayanti. Ia memulai kariernya sebagai pemenang Asia Bagus dan mengeluarkan single Terserah kira-kira pada 1995, tepat ketika Nike meninggal dunia. Perlahan tapi pasti, KD produktif mengeluarkan album solo dan duetnya bersama Anang sampai awal 2000-an. Sampai-sampai ia punya acara sendiri di TV dan ‘kariernya’ mulai goyah lantaran kedatangan si goyang ngebor Inul. Namun karena masyarakat kita juga masyarakat yang mementingkan citra, pasca perceraiannya dengan Anang, KD menjadi ‘sosok antagonis’ di hati ibu-ibu rumah tangga. Label diva memang masih melekat kuat dalam dirinya meski eksistensinya kini meredup.
Pada pertengahan 2000-an, penyanyi cilik serbabisa mengeluarkan album solo pertamanya. Dianggap membawa napas baru dalam blantika musik Indonesia, ia mulai dikenal dengan kualitas dan popularitas yang seiring sejalan. Tak jauh berbeda dengan pendukung sekaligus sekumpulan orang yang tak menyukai keberadaannya. Agnes dituding terlalu mengikuti selera berbusana dan gestur menyanyi penyanyi perempuan Amerika tiap kali mengeluarkan single dan album.
Dulu Majalah Bobo Sekarang KKPK
Majalah Bobo memang masih terbit sampai sekarang. Anak-anak tipikal rumahan dan berkutat pada jenis ‘mainan’ yang berbau edukatif pasti pernah membeli atau langganan Majalah Bobo. Memang begitu banyak bahan bacaan yang populer untuk kalangan anak-anak saat itu. Apalagi didukung oleh program televisi yang dipenuhi tayangan anak-anak lokal dan kartun Jepang. Selain Majalah Bobo, ada juga tabloid Hoplaa dan Fantasi yang juga tak kalah digemari. Dalam Tabloid Fantasi, bahkan ada rubrik khusus bagi pecinta Sega-Nitendo mengenai kunci-kunci permainan per level. Kontennya pun tak jauh-jauh dari pembahasan tokoh kartun atau apa-apa yang digemari pada saat itu. Dari Kesatria Baja Hitam sampai Sailormoon.
Zaman telah berubah, anak-anak tipikal yang saya sebutkan di atas kini menggemari seri novel anak yang diciptakan oleh anak-anak. KKPK atau seri Kecil Kecil Punya Karya menjadi seri novel lokal yang paling banyak digemari. Sekira lima sampai 8 novel baru diterbitkan penerbit. Karena berbau komersial, konten dalam seri ini pun serba tipikal. Lebih banyak bercerita tentang kisah anak perempuan/feminitas, persaingan yang klise, tokoh utama wajib menjuarai pelombaan, dan jalan cerita yang sebenarnya kurang logis. Paling tidak keberadaan KKPK ini menjadi pionir sebagai buku yang ditulis anak-anak untuk anak-anak. Selain menumbuhkan minat baca, keberadaannya juga memupuk bakat menulis anak-anak.

Dulu Petak Umpet Sekarang Facebook

Meski permainan tradisional ini masih digemari, tapi bocah zaman sekarang sudah melek sama yang namanya warnet dan ponsel yang beraplikasi jejaring sosial. Permainan petak umpet menjadi salah satu permainan tradisional yang sangat mengasyikan. Mereka bisa bersembunyi di tempat-tempat yang dianggap tak mudah di jangkau. Di sejenis kolong meja, atau dekat septic tank. Petak umpet juga membuat hubungan sosial menjadi lebih akrab dan nyata. Bandingkan dengan sekarang, anak-anak sudah mengenal yang namanya facebook. Keawaman orangtua membuat anak-anak ini berfacebook ria tanpa diawasi. Yang artinya meniru tingkah polah orang dewasa. Padahal dalam facebook, amat mudah ditemui konten pornografi dan kekerasan. FB adalah situs untuk umum ketika penggunanya bebas menaruh konten sesuka hati mereka. Sementara pengguna FB sendiri haruslah seseorang berusia 16 tahun ke atas. Namanya anak-anak zaman sekarang, mereka memalsukan tanggal lahir mereka hanya agar bisa berselancar maya di facebook. Parah.

sumber

WISDOM

“Jikalau anda harus bekerja, maka bekerjalah untuk belajar. Jangan bekerja untuk uang.”

- Robert Toru Kiyosaki