Saat pusat belanja terbesar di dunia, yang dijuluki "The Great Mall of China", dibuka pada 2005, sekitar 70.000 pembelanja diharapkan berbondong-bondong berbelanja di situ setiap hari.
South China Mall tampaknya memang punya segalanya. Mal ini memiliki
gerbang berbentuk Arc de Triomphe setinggi 82 kaki (24,9 meter), sebuah
kanal buatan sepanjang 1,3 mil (2,09 km) yang dilengkapi gondola, serta
arena roller-coaster sangat besar di dalam dan luar ruang.
Namun, dari semua kemegahan itu, ada satu hal penting terlupakan, yaitu
toko-toko di dalamnya. Mereka lupa, ketika mal di Kota Dongguan itu
dibuka pada 2005 dan saat jumlah toko yang disewa kurang dari 99 persen,
mereka tetap lupa sampai sekarang. Rendahnya okupansi toko-toko di mal
ini luput dari perhatian.
Dengan tingkat okupansi 7 meter persegi, sebagai tingkat rata-rata
okupansi mal yang hampir menyamai pusat belanja terbesar di Amerika
Serikat, yaitu Mall of America, kemampuan mal ini hanya memenuhi satu
persen saja.
Berawal dari mimpi
South China Mall adalah mimpi Alex Hu Guirong, pengusaha mi instan kaya
raya di Dongguan. Hu Guirong berangan-angan menghadirkan "seluruh dunia"
di mal ini. Tak heran, mal ini didesain terdiri dari tujuh zona yang
tiap-tiapnya mewakili setiap kota di dunia, meliputi Amsterdam, Venisia,
Paris, Roma, Mesir, California, dan Karibia.
Untuk mimpinya itu, Hu Guirong mengirim beberapa arsitek pilihannya
berkeliling dunia selama dua tahun untuk mengamati lokasi-lokasi belanja
yang baik dan ruang parkir nyaman untuk para konsumen mal.
Namun, sampai kini "proyek impian" Hu Guirong itu sepertinya tak pernah
terwujud. Hingga 8 tahun berjalan, mal itu seperti "tidur". Di saat
bersamaan, salah satu pusat belanja terbesar di dunia, yaitu Dubai Mall,
kini menjadi pusat belanja paling ramai dan menjadi destinasi utama
berbelanja dengan lebih dari 54 juta pengunjung setiap tahun.
Saat ini, eskalator-eskalator di mal tersebut lebih banyak "menganggur",
dekorasi-dekorasi tua masih terpampang, dan gerai-gerai toko penuh
debu. "Kehidupan" yang terasa di sini hanyalah dari juntaian
materi-materi promosi tua yang tertiup angin dan menyisakan bunyi-bunyi
aneh di sepanjang koridor pertokoan yang sepi.
Memang, di beberapa sudut, mal ini tampak masih hidup. Beberapa orang
terlihat bekerja di sini, seperti pihak sekuriti yang duduk untuk
mengamankan situasi dan mengusir orang-orang yang mencoba berbuat
vandalisme.
Salah satu bisnis yang masih beroperasi di sini adalah sebuah restoran
cepat saji. Restoran ini kerap melayani pengunjung, terdiri dari
keluarga dan anak-anak yang bermain di taman dan teater IMAX di luar
mal.
Masalah utama
Memang, semua bisnis utama mal ini, termasuk keberadaan hotel untuk para
pembelanja, benar-benar kosong. Seorang praktisi bisnis ritel China
mengatakan bahwa salah satu masalah utama di sini adalah minimnya
dukungan transportasi untuk membawa para pembelanja ke mal ini.
Tak bisa berharap lebih dari mal ini. Bahkan, masyarakat lokal pun
mungkin enggan. Dongguan memiliki populasi lebih dari 10 juta jiwa yang
umumnya bekerja di pabrik-pabrik di tengah kota. Mereka tak cukup mampu
merogoh kocek lebih dalam lagi untuk masuk dan berbelanja di pusat
belanja ini.
Sumber
Fvck More