Di dalam rongga hidung, silia atau serabut-serabut halus sepanjang saluran napas berfungsi untuk menghasilkan lendir sekaligus menjaga kebersihan saluran napas. Serabut-serabut ini bisa bergerak untuk mengeluarkan debu, lendir dan bahkan kuman yang masuk.
Para ilmuwan meyakini, gerakan serabut-serabut halus ini tetap terjadi ketika seseorang sudah dinyatakan meninggal. Aktivitasnya akan mulai menurun secara bertahap dan baru akan berhenti sama sekali dalam waktu lebih dari 24 jam setelah kematian.
Sifat serabut hidung yang tetap aktif meski seseorang sudah tidak bernyawa dimanfaatkan oleh para ahli dari University of Bari di Italia. Dengan mengukur tingkat aktivitas silia, para ahli bisa memperkirakan dengan lebih tepat waktu kematian dalam proses identifikasi jenazah.
Untuk membuktikan efektivitas metode ini, para ilmuwan yang dipimpin oleh Biagio Solirano melakukan pengamatan pada 100 jenazah yang baru meninggal. Hingga 20 jam setelah kematian, aktivitas silia diukur lalu dibuat diagram dan dilihat polanya.
Hasilnya memang belum dipublikasikan, namun dikatakan cukup menjanjikan. Solirano bersama timnya baru akan mempresentasikan hasil pengamatan tersebut dalam International Symposium on Advances in Legal Medicine yang digelar pekan ini di Frankfurt, Jerman pekan ini.
Selama ini, tim forensik menggunakan beberapa cara untuk memperkirakan waktu kematian sesosok jenazah yang baru ditemukan. Cara-cara itu antara lain dengan mengukur suhu di dalam rongga tubuh serta tingkat penguraian jika jenazahnya mulai membusuk.